Sabtu, 28 Juli 2012

Al-Qur'an Tetap Sama Dari Jaman Nabi Muhammad Sampai Sekarang


Pendahuluan

Pakar-pakar ini tidaklah menyadari akan keajaiban sebenarnya dari qur’an sehingga MEMBUAT KEBOHONGAN TENTANG NABI DAN MENGKLAIM ADANYA MUJIZAT YANG TIDAK PERNAH DILAKUKAN NABI. Salah satu PENYESATAN INFORMASI OLEH PAKAR-PAKAR INI ADALAH PERNYATAAN BAHWA QUR’AN DISELURUH DUNIA ADALAH SAMA, TIDAK ADA VARIASINYA SAMA SEKALI. INI TIDAKLAH BENAR dan tidak ada hubungannya dengan janji Allah dalam QS 15 : 9. Sekalipun misionaris Kristen suka menyerang qur’an karena variasi bacaan tersebut, itu hanyalah menunjukkan ketidaktahuan mereka tentang qur’an dan keajaibannya.
Berikut ini diberikan beberapa kutipan bahwa Al-Qur’an tidaklah sama sejak jaman nabi Muhammad SAW hingga tahun 1924 saat distandarisasi kesekian kalinya.

PADA JAMAN NABI HIDUP, AL-QUR’AN TIDAKLAH SAMA

Kutipan dari:
Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an
DR Subhi As Shalih
Pustaka Firdaus, Jakarta, 2001, halaman 119
Diceritakan tentang percekcokan Umar bin Khatab dengan Hisyam bin Hakim sbb :
Pada suatu hari semasa Rasulullah masih hidup, aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca SURAH AL FURQAAN. Aku mendengarkan baik-baik bacaannya. Tapi tiba-tiba ia membaca BEBERAPA HURUF YANG TIDAK PERNAH DIBACAKAN RASULULLAH kepadaku sehingga hampir saja ia kuserang ketika ia sedang shalat. Akhirnya kutunggu ia sampai mengucapkan salam. Setelah itu kutarik bajunya. Aku bertanya kepadanya : “Siapakah yang membacakan surah itu kepadamu?”. IA MENJAWAB, “RASULULLAH YANG MEMBACAKANNYA KEPADAKU”. Kukatakan, “Engkau berdusta! Demi Allah, RASULULLAH TIDAK MEMBACAKAN SURAH ITU KEPADAKU SEPERTI KUDENGAR DARIMU.” Hisyam bin Hakim lalu kuseret menghadap rasulullah dan aku bertanya, “Ya Rasulullah, aku mendengar orang ini membaca surah Al-Furqaan dengan huruf-huruf yang tidak engkau bacakan kepadaku ketika engkau membacakan surah Al-Furqaan kepadaku.!” Rasulullah menjawab, “Hai Umar, lepaskan dia. Hai Hisyam, bacalah.” Hisyam kemudian membaca surah Al-Furqaan sebagaimana yang kudengar tadi. Kemudian rasulullah menanggapinya, “Demikian surah itu diturunkan.”. Beliau melanjutkan, “Qur’an itu diturunkan dalam tujuh huruf, karena itu BACALAH MANA YANG MUDAH DARI AL-QUR’AN.”
(Sahih Bukhari VI, hal 185)
Jadi dari hadis diatas terlihat RASULULLAH MENDIKTEKAN SURAH AL-FURQAAN YANG BERBEDA kepada Umar dan Hisyam.
Ini jelas bahwa HAFALAN RASULULLAH TIDAK TEPAT.
Muslim biasanya berargumen bahwa perbedaan hanya sekedar perbedaan dialek. Inipun tidak tepat karena Umar dan Hisyam keduanya adalah ORANG QURAISH dan keduanya konon adalah mereka yang MENDENGAR LANGSUNG rasulullah mendiktekan ayat-ayat Al-Qur'an dalam dialek QURAISH.
Sumber : Muqadimah Al-Qur’an Bab Satu, halaman 25
Tugas panitia adalah membukukan al-Qur’an, yakni menyalin dari lembaran-lembaran yang tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini Usman menasihatkan supaya :
  1. mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an
  2. kalau ada pertikaian antar mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah dituliskan dalam menurut DIALEK SUKU QUIRAISY, SEBAB AL-QUR’AN DITURUNKAN MENURUT DIALEK MEREKA
Yang sangat mungkin adalah hadis tentang 7 huruf adalah KEBOHONGAN KEMUDIAN untuk membenarkan adanya perbedaan bacaan tersebut sehingga ada alasan kalau HAFALAN RASULULLAH BERBEDA-BEDA SAAT MENDIKTEKAN KEPADA si A atau si B.

SETELAH NABI MENINGGAL, AL-QUR’AN TIDAKLAH SAMA

Ini sangat jelas dari alasan Usman membuat satu standar Al-Qur’an yaitu karena ADANYA PERBEDAAN AL-QUR’AN ANTARA PENGIKUT IBN MAS’UD (PRAJURIT IRAK) DAN UBAY BIN KAAB (PRAJURIT SYRIA) sebagaimana dilaporkan oleh Huzaifah bin Yaman
Sumber : Muqadimah Al-Qur’an Bab Satu, halaman 25
Beliau ini ikut dalam pertempuran menaklukan Armenia dan Azerbaijan, maka selama dalam perjalanan dia pernah mendengar PERTIKAIAN KAUM MUSLIMIN TENTANG BACAAN BEBERAPA AYAT AL-QUR’AN.
Muslim akan berargumen perbedaan hanya dari segi dialek. Namun jelas perbedaan antara mushaf Ibn Mas’ud dan Ubay bin Kaab BUKAN PERBEDAAN DIALEK MELAINKAN PERBEDAAN ISI AL-QUR’AN.
Menurut laporan Suyuthi : Suyuthi, al Itqan fi Ulum al Quran, vol 1 halaman 224, 226, 270-73
IBN MAS’UD MENOLAK MEMASUKKAN SURAH 1, 113 DAN 114, KARENA SURA-SURA TERSEBUT ADALAH DOA-DOA DAN MANTERA UNTUK MENGUSIR SETAN. Hal ini diperkuat dengan laporan dari al Razi, al Tabari dan Ibn Hajar
Sementara mushaf Ubay bin Kaab, mushaf Ibn Abbas, Abu Musa al Ashari dan Ali bin Abi Thalib justru ada penambahan 2 SURAH YANG UNIKNYA SEKARANG JUSTRU TIDAK ADA DI AL-QUR’AN EDISI KAIRO 1924.
Menurut laporan Suyuthi:
Suyuthi, al Itqan fi ulum al Quran, vol 1 hal 227, vol 3 hal 85
Dua surah yang bernama "AL-KHAL" DAN "AL-HAFD" TELAH DITULIS DALAM MUSHAF UBAYY BIN KA'B DAN MUSHAF IBN ABBAS, SESUNGGUHNYA ALI AS MENGAJAR KEDUA SURAH TERSEBUT KEPADA ABDULLAH AL-GHAFIQI, UMAR B. KHATTTAB DAN ABU MUSA AL-ASY'ARI juga membacanya.
Jadi jelas, setelah Muhammad SAW meninggal, mushaf-mushaf sahabat berbeda satu dengan lainnya.

SETELAH DISTANDARISASI USMAN, AL-QUR’AN MASIH BERBEDA-BEDA

Mushaf yang distandarisasi oleh Usman ditulis dalam bahasa Arab yang masih sangat sederhana, dimana :
  1. Tidak ada tanda baca
  2. Tidak ada indikasi huruf hidup
  3. Tidak ada pembeda konsonan yang bersimbol sama (15 konsonan bisa dibaca menjadi 28 konsonan yang berbeda)
Karenanya tulisan mushaf Usman tersebut bisa dibaca dengan berbagai macam cara yang berbeda-beda. Tergantung penambahan huruf hidupnya dan penambahan titik diakritis terhadap konsonannya. Akibatnya timbullah bermacam-macam variasi bacaan, maka lagi-lagi harus dilakukan standarisasi pasca Usman :
Dikutip dari Luthfi A dari Islamlib:
http://islamlib.com/id/page.php?page=article&id=447
Merenungkan Sejarah Alquran
Untuk mengatasi VARIAN-VARIAN BACAAN YANG SEMAKIN LIAR, pada tahun 322 H (944 M), Khalifah Abbasiyah lewat dua orang menterinya Ibn Isa dan Ibn Muqlah, memerintahkan Ibn Mujahid (w. 324 H) melakukan penertiban. SETELAH MEMBANDING-BANDINGKAN SEMUA MUSHAF YANG ADA DI TANGANNYA, Ibn Mujahid memilih tujuh varian bacaan dari para qurra ternama, yakni :
  1. Nafi (Madinah)
  2. Ibn Kathir (Mekah)
  3. Ibn Amir (Syam)
  4. Abu Amr (Bashrah)
  5. Asim, Hamzah, dan Kisai (ketiganya dari Kufah).
Tindakannya ini berdasarkan hadis Nabi yang mengatakan bahwa “Alquran diturunkan dalam tujuh huruf.”
Adanya perbedaan tulisan Al-Qur’an ini dilaporkan juga oleh seorang ulama yaitu ibn al-Nadim di tahun 988 M.
Sumber : Fihrist, Ibn al-Nadim, halaman 79 Dalam buku Fihrist, Ibn Al-Nadim menuliskan daftar buku-buku kuno yang membahas tentang perbedaan antar manuskrip qur’an kuno sbb :
Buku Tentang Perbedaan Manuskrip (Qur’an)
  • Perbedaan Antara Manuskrip Penduduk Madina, Kufa dan Basrah menurut al Kisai
  • Kalaf, Buku Tentang Perbedaan Manuskrip
  • Perbedaan antara Penduduk Kufa, Basra dan Siria tentang Manuskrip, karya al Farra
  • Perbedaan Antar Manuskrip, karya al Sijistani
  • Al Mada’ini tentang perbedaan antar manuskrip dan pengumpulan al Qur’an
  • Perbedaan Manuskrip antara Penduduk Syria, Hijaz dan Iraq, karya Ibn Amir al Yashubi
  • Buku karya Muhammad ibn ‘Abd Al-Rahman al-Isbahani tentang perbedaan manuskrip
Fakta dimana penambahan huruf hidup dan titik diakritis berbeda-beda antar kota MEMATAHKAN ARGUMEN BAHWA AL-QUR’AN TELAH DIHAFALKAN DENGAN SEMPURNA. Bahkan setelah dibantu dengan tulisan dasarnya, hafalan masing-masing kota ternyata berbeda-beda.

PENULISAN ULANG DI KAIRO 1923/1924

Upaya terakhir untuk menstandarisasi Al-Qur’an dilakukan di Kairo Mesir ditahun 1923/1924. Satu catatan yang unik adalah mushaf Kairo 1924 ini TIDAK DISUSUN DARI NASKAH KUNO YANG MANAPUN, melainkan DIKLAIM mendasarkan pada murni “HAFALAN”.
Sumber :
The writing of the Quran and the timing of the mathematical miracle
www.submission.org/miracle/writing.html
Hingga ditahun 1918 ketika pakar-pakar muslim, berkumpul di Kairo, Mesir dan memutuskan untuk MENULISKAN EDISI STANDARD AL-QUR’AN UNTUK MENGHINDARKAN SEMUA KESALAHAN TULISAN DALAM EDISI AL-QUR’AN YANG SAAT ITU BEREDAR diseluruh dunia dan untuk menstandarkan penomoran surah dan ayat-ayat alQur’an. Di tahun 1924 mereka menerbitkan edisi Al-Qur’an yang kemudian menjadi standar edisi diseluruh dunia. MEREKA SEPENUHNYA MENDASARKAN PADA TRADISI LISAN AL-QUR’AN UNTUK MENGOREKSI SEMUA PERBEDAAN TULISAN DAN PENOMORAN DARI AL-QUR’AN YANG BERBEDA-BEDA.
Ini sangat serius karena menjadikan seluruh TULISAN Al-Qur’an sebelum 1923/1924 adalah SALAH. Salah satu contohnya adalah :

The Extant Samarkand Codex at Tashkent

Many Muslims scholars believe that the Samarkand Codex preserved at the Tashkent Library is the one compiled by ‘Uthman (rta). A close examinatikon of the text of this mushaf has shown that it cannot be – since IT IS DIFFERENT FROM THE CODEX WE HAVE IN OUR HANDS TODAY.
Banyak pakar muslim mempercayai bahwa kodek Samarkand yang disimpan di perpustakaan Tashkent adalah mushaf yang dikumpulkan oleh Usman. Pemeriksaan cermat terhadap teks mushaf ini membuktikan bahwa mushaf ini bukan mushaf asli Usman karena MUSHAF INI BERBEDA DENGAN KODEKS YANG KITA MULIKI SAAT INI.
Jadi klaim muslim bahwa Al-Qur’an selalu sama tidaklah berdasar. Keseragaman teks dan isi Al-Qur’an baru dicapai setelah tahun 1924 dengan diterbitkannya KARANGAN AL-QUR’AN YANG BARU OLEH ULAMA-ULAMA MUSLIM. HASIL KARYA TAHUN 1924 INILAH YANG KEMUDIAN DIKLAIM SAMA DENGAN YANG DIBACA OLEH NABI MUHAMMAD SAW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar