Sabtu, 28 Juli 2012

Asal Usul Al-Qur'an


Pendahuluan

Gambaran umum jihadis dgn pedang di satu tangan dan Quran di tangan lainnya agak sulit dalam realita karena Muslim dilarang memegang Quran pd tangan kiri. Tingginya pemujaan mereka pada Quran mirip dgn pemujaan pada berhala. Kata Guilamme, ‘Quran adalah yang paling suci diantara yang tersuci. Quran tidak boleh diletakkan dibawah buku lain, selalu diatas, dilarang merokok saat pembacaan Quran yg harus didengarkan secara khusuk, dalam kesunyian. Quran bagai jimat melawan penyakit dan musibah.”
Bagi kami, mempelajari Quran menuntut kami utk dapat membedakan fakta sejarah dari sikap teologis. Kami disini hanya peduli dgn kebenaran rasional berdasarkan pengujian ilmiah. "Investigasi Kritis terhdp teks Qu’ran merupakan ilmu yang masih bayi," tulis pakar Islam, Arthur Jeffery th 1937. Th 1977 John Wansbrough melihat bahwa "Quran tidak mengenal analisa dan kritik spt yg sering diterapkan pada Injil,” Th 1990, 50 tahun setelah keluhan Jeffery itu, situasinya masih tetap sama, spt dijelaskan oleh Andrew Rippin:
Saya sering bertemu orang yg pernah belajar ttg Injil Yahudi atau Kristen yang kemudian ingin mempelajari Islam. Mereka sering mengungkapkan keheranan atas kurangnya pemikiran kritis yg nampak dlm buku2 ttg Islam. Pendapat bahwa "Islam lahir dari sejarah yg tercatat secara jelas" diterima begitu saja oleh penulis.
Tapi bagi siswa yg mahir dgn pendekatan dgn cara kritik narasumber, komposisi formula, analisa bahasa dan struktur-yg biasanya diterapkan dlm studi Yudaisme atau Kristen-ke-naïfan dlm mempelajari sejarah Islam ini menunjukkan bahwa Islam memang ditangani dgn cara yang kurang akademis.
Pertanyaan2 ttg Quran yg ingin dijawab oleh penyidikan kritis adalah :
  1. Bagaimana Quran sampai ke tangan kami ?—bagaimana Quran disusun dan disebarkan ?
  2. Kapan dan siapa yg menulisnya ?
  3. Apa sumber2 Quran ? Dari mana asal cerita, legenda dan prinsip2 yg tertuang dlm Quran ?
  4. Otentisitas Quran, bisa dibuktikan atau tidak ?
    • Menurut tradisi, Quran disampaikan kpd Muhamad oleh malaikat secara bertahap sampai kematian Muhamad pd thn 632M. Tidak jelas seberapa banyak dari Quran yg ditulis saat kematiannya, tapi nampaknya tidak ada satu manuskrippun yg berisi kesemua wahyu2 yg diturunkan padanya. Namun ada tradisi yg mengatakan bahwa nabi mendikte bagian2 tertentu kpd sekretaris2nya.

Koleksi Abu Bakr

Mulai dari sini, kesaksian tradisi menjadi semakin membingungkan; malah, tidak ada satu tradisi pasti. Yang ada adalah beberapa versi yg saling bertentangan.
Menurut salah satu versi, selama kalifah pendek Abu Bakr (632-634), Umar, yg menggantikannya pd thn 634, menjadi khawatir karena begitu banyak Muslim yg tahu Quran telah tewas pada Pertempuran Yamama, di Arab Pusat. Utk menghindari hilangnya bagian2 Quran itu utk selama2nya perlu dibuatkan suatu koleksi (mushaf) lengkap. Abu Bakr akhirnya menyetujui proyek itu dan meminta Zayd ibn Thabit, mantan sekretaris nabi, utk melakukan tugas berat ini. Jadi Zayd mulai mengumpulkan bagian2 Quran yg tercerai berai yg dicatat pada "papirus, batu ceper, daun palm, tulang2 dan kulit hewan dan papan2 kayu, juga dari hati manusia." Zayd lalu meng-copy-nya pada lembar2 daun (bhs Arab: suhuf). Begitu komplet, Quran diserahkan kpd Abu Bakr, dan pada kematiannya diserahkan kpd Umar, dan setelah ia mati diwariskan kpd puteri Umar, Hafsa.
Namun ada juga beberapa versi:
  • Abu Bakr-lah yg memiliki ide membuat koleksi itu;
  • Ali, kalif keempat, dan pendiri aliran Shi’ah yg punya ide;
  • Malah ada versi-versi lain yg sama sekali tidak menyertakan Abu Bakr.
Nah, lalu orang mulai bertanya apakah tugas sulit ini bisa diselesaikan dalam hanya dua tahun. Lagipula, tidak mungkin bahwa mereka yg mati di Yamama, orang2 yg nota bene baru masuk Islam, mampu menghafal Quran. Tapi yg paling interesan dari versi ini adalah bahwa begitu koleksi pertama dibawah Abu Bakr tersusun, koleksi itu tidak dianggap sbg buku resmi (official codex), ttp hanya sbg milik pribadi Hafsa.
Milik pribadi Hafsa ? Jadi tidak diberikan kpd otorita Muslim utk kemudian dijadikan acuan ? Jadi, mana bukti bahwa ini yang dijadikan panutan Muslim ?
Bahkan ada yg mengatakan bahwa cerita itu hanya isapan jempol belaka agar dianggap sbg koleksi resmi pertama yang bebas dari unsur Usman, sang kalif ketiga yang sama sekali tidak disukai. Ada yg mengatakan bahwa cerita ini diciptakan utk "membawa kembali koleksi Quran sedekat mungkin kpd saat matinya Muhamad."

Koleksi ‘Usman (644-656)

Menurut versi ini, salah seorang jendral Usman meminta sang kalif agar membuat koleksi macam itu karena pecahnya percekcokan serius ttg isi Quran diantara para anggota pasukannya yg berasal dari berbagai provinsi. ‘Usman memilih Zayd ibn Thabit utk mempersiapkan teks resminya. Zayd, dgn bantuan tiga aristokrat Mekah, dgn hati2 menuliskan kembali Quran dan membandingkan versinya dgn versi "daun2" yg dimiliki Hafsa, puteri Umar; dan spt diperintahkan, kalau menghadapi kesulitan ttg cara pembacaannya, Zayd mengikuti dialek suku Quraysh, suku nabi. Quran versi baru itu rampung antara th 650 dan kematian ‘Usman th 656, dan dikirim ke Kufa, Basra, Damascus, dan mungkin Mekah, dan salah satunya, tentunya, disimpan di Medinah. Versi2 lainnya diperintahkan agar dihancurkan.
Versi inipun rawan kritik. Bahasa Arab yg ditemukan dlm Quran bukan bahasa dialek. Dlm beberapa versi, jumlah orang yg bekerja dgn Zayd dlm proyek ini juga berbeda, termasuk mereka2 yg menjadi musuh Usman, dan seseorang yg diketahui telah tewas sebelum proyek ini dilangsungkan ! Fase kedua cerita ini tidak menyebutkan keikutsertaan Zayd spt dalam koleksi Quran yg didiskusikan dlm Fase pertama.
Terlepas dari ketidakpastian diatas, kebanyakan pakar menerima bahwa teks Quran dirampungkan dibawah Usman, antara th 650 and 656. Mereka menerima koleksi Usman, tanpa bisa menjelaskan mengapa versi ini lebih bisa diterima ketimbang versinya Abu Bakr. Mereka tidak memberikan argumen apapun. Contoh, Charles Adams setelah menyampaikan kejanggalan versi Uslam menyimpulkan dgn kepastian yg sangat tinggi namun tidak logis bahwa, "terlepas dari kesulitan yg ada dgn bermacam2 tradisi, pentingnya codex yg dipersiapkan dibawah Usman tidak diragukan." Tetapi ia tidak sedikitpun membuktikan bahwa memang dibawah Usman-lah, Quran yg kita kenal sekarang, dipersiapkan. Dgn mudah saja para pakar mengASUMSInya.
Argumen yg sama utk membatalkan versi Abu Bakr ini bisa saja digunakan utk membatalkan versi Usman. Bisa saja kami mengatakan bahwa cerita Usman ini diciptakan oleh musuh2nya Abu Bakr dan teman2 Usman; polemic politik bisa saja berpengaruh dlm penciptaan versi ini.
Tapi pertanyaan tetap belum terjawab: apa yg dikandung dalam "daun2" milik Hafsa ini ? Dan jika versi Abu Bakr memang palsu, darimana Hafsa mendapatkannya ? Dan apa versi2 Quran yg tersebar di berbagai provinsi itu ? Appakah kita dapat pilih seenak mau kita dari sekian banyak versi yg saling kontradiksi ?
Tidak ada alasan kuat mengapa kita harus memilih versi Usman dan bukan versi Abu Bakr; karena toh mereka berasal dari sumber yang sama yang sudah sangat terlambat, sangat tendensius, dan kesemuanya palsu, spt yg akan kita lihat nanti. Tetapi saya memiliki kesulitan yg jauh lebih rumit dlm menerima versi manapun. Pertama, semua cerita2 ini tergantung pada ingatan Muslim2 pertama. Memang, para pakar harus menggantungkan diri pada daya ingatan orang Arab jaman dulu. Menurut beberapa tradisi, Muhammad dikatakan tidak dapat membaca ataupun menulis dan oleh karena itu semuanya tergantung dari dirinya setelah ia dgn sempurna menghafal apa yg diwahyukan Allah lewat malaikatnya. Tapi beberapa cerita Quran sangat panjang. Contoh, cerita Yusuf sampai menelan satu bab yg berisi 111 ayat. Apakah kami dapat percaya bahwa Muhamad menghafalnya persis sama dgn apa yg diwahyukannya ?
Para Sahabat Nabi juga dikatakan telah menghafalkan ocehan dan komat kamitnya Nabi. Seberapa kuatkah daya ingatan mereka ? Apakah mereka tidak melupakan satu halpun ? Tradisi dari mulut ke mulut memang memiliki tendensi utk terus berganti dan tidak bisa dijadikan patokan utk menyusun sejarah yg bisa dijamin kebenarannya. Kedua, kami hanya bisa berASUMSI bahwa para Sahabat nabi mendengar dan mengerti sang Nabi secara sempurna. Asumsi tidak cukup utk menarik kesimpulan pasti.

Bermacam-macam versi, versi-versi yang hilang dan yang ditambahkan

Tanpa kecuali, SEMUA MUSLIM akan mengatakan bahwa Quran yg kita miliki sekarang persis sama-baik dlm bentuk, nomor dan urutan bab-dgn Quran versi Usman. Malah dikatakan bahwa Qurannya Usman mengandung kesemua wahyu yg disampaikan pada masyarakat dan disimpan tanpa mengalami satu perubahan atau variasi macam apapun dan bahwa Qurannya Usman memang universal dari hari pertama disebarkan. Tapi sikap ortodoks ini dimotivasi oleh faktor2 dogma dan tidak dapat didukung bukti sejarahCharles Adams
Padahal para pakar Islam dulu jauh lebih flexible dari Muslim sekarang. Mereka sadar bahwa ada bagian Quran yg hilang, dipalsukan dan adanya ribuan variasi. Contoh, As-Suyuti (wafat 1505), salah seorang pakar Quran yg paling dihormati mengutip Ibn ‘Umar al Khattab : "Janganlah ada diantara kalian yg mengatakan bahwa ia mendapatkan seluruh Quran, karena bgm ia tahu bahwa itu memang keseluruhannya ? Banyak dari Quran telah hilang. Oleh karena itu, kalian harus mengatakan ‘Saya mendapatkan bagian Quran yg ada’" (As-Suyuti, Itqan, part 3, page 72).
A’isha, isteri tersayang nabi mengatakan, juga menurut sebuah tradisi yg diceritakan as-Suyuti, "Selama masa Nabi, saat dibacakan, bab ttg ‘the Parties’ berisi 200 ayat. Ketika Usman mengedit Quran, hanya ayat2 sekarang ini (73) yg tertinggal." As-Suyuti juga menceritakan ini ttg Uba ibn Ka’b, salah seorang sahabat Muhamad:
Sahabat terkenal ini meminta salah seorang Muslim, "Berapa ayat yang ada dalam surah ‘the Parties’?" Katanya, "73 ayat." Ia (Uba) mengatakan padanya, "Dulunya jumlah ayatnya hampir sama dgn Surah ‘Al Baqarah’ (sekitar 286 ayat) dan termasuk ayat perajaman". Lelaki itu bertanya, "Apa ayat perajaman itu ?" Ia (Uba) mengatakan, "Jika lelaki tua atau wanita melakukan zinah, rajam mereka sampai mati."
Spt dikatakan sebelumnya, setelah kematian Muhamad di 632M, tidak ada satupun dokumen tunggal yg memuat kesemua wahyu. Banyak pengikutnya mencoba mengumpulkan semua wahyu yg dikenal dan mencatatkan mereka dalam satu bentuk mushaf. Timbullah kemudian mushaf2 milik sejumlah pakar spt Ibn Masud, Uba ibn Ka’b, ‘Ali, Abu Bakr, al-Aswad, dll (Jeffery, bab 6, mencatat 15 mushaf utama dan sejumlah besar mushaf sekunder). Saat Islam menyebar, kami akhirnya memiliki apa yg kemudian dikenal sbg mushaf metropolitan di pusat2 Mekah, Medinah, Damascus, Kufa dan Basra.
Spt yg kita lihat sebelumnya, Usman mencoba mengatasi situasi kacau ini dgn kanonisasi codex/mushaf Medinah, yang copy2nya dikirim kesemua pusat2 metropolitan diiringi perintah utk menghancurkan kesemua codex lain.
Codex Usman ini dianggap sbg standar teks konsonan, tapi yg kita temukan malah berbagai variasi teks konsonan yg masih hidup juga sampai abad Islam ke 4.
Masalah semakin diperuncing karena teks konsonan tidak dibarengi dgn titik, yaitu titik yg membedakan huruf "b" dari "t" atau "th". Huruf2 lainnya (f dan q; j, h, dan kh; s dan d; r dan z; s dan sh; d dan dh, t dan z) tidak dapat dibedakan. Dgn kata lain, Quran tertulis secara ‘scripta defectiva’/huruf2 defektif alias tidak sempurna. Akibatnya, timbullah berbagai macam arti tergantung dari letak titik.
Vowels membuat masalah yg lebih pelik. Tadinya, Arab tidak memiliki tanda2 bagi Vowel pendek: teks Arab adalah konsonantal. Walaupun vowel2 pendek ini kadang dihindarkan, mereka bisa ditulis dgn tanda2 orthographical diatas atau dibawah hurufnya—totalnya 3 tanda petunjuk (three signs in all), mengambil bentuk spt komma. Setelah menentukan konsonannya, Muslim masih harus memutuskan vowel mana yg digunkaan: menggunakan vowel berbeda tentunya menghasilkan pembacaan yg berbeda. Scripta plena, yg memungkinkan teks yg vowel penuh dan teks dgn titik, belum disempurnakan sampai akhir abad ke 9.
Problem yg diakibatkan ‘scripta defectiva’ itu dgn sendirinya mengakibatkan tumbuhnya pusat2 berbeda dgn masing2 tradisi ttg bgm teks itu harus diberi titik atau di-vowel.
Walaupun Usman memerintahkan dihancurkannya semua Quran selain Quran versinya, ternyata masih ada saja mushaf yg lebih tua yg selamat. Spt dikatakan Charles Adams, "Harus ditekankan bahwa dalam ketiga abad pertama Islam, bukannya terdapat satu bentuk teks tunggal yg diturunkan tanpa perubahan dari jaman Usman, melainkan ribuan versi. Variasi2 ini bahkan mempengaruhi Codex Usman, shg mempersulit perkiraan bagaimana sebenarnya bentuk aslinya."
Ada juga Muslim yg menginginkan codex selain codexnya Usman. Contoh, milik Ibn Mas’ud, Uba ibn Ka’b, dan Abu Musa. Pada akhirnya, dibawah pengaruh Ibn Mujahid (wafat 935), terdapat kanonisasi satu sistim konsonan dan batasan pada variasi vowel yg bisa digunakan dalam teks yg mengakibatkan diterimanya 7 sistim. Namun pakar2 lainnya menerima 10 cara bacaan, sedang masih ada saja yg menerima 14 cara bacaan. Dan bahkan ketujuh codex versi Ibn Mujahid memberikan 14 kemungkinan karena masing2 dari ketujuh codex itu bisa dilacak kpd dua transmitter berbeda, yi,
  1. Nafi dari Medinah menurut Warsh dan Qalun
  2. Ibn Kathir dari Mekah menurut al-Bazzi dan Qunbul
  3. Ibn Amir dari Damascus menurut Hisham dan Ibn Dakwan
  4. Abu Amr dari Basra menurut al-Duri dan al-Susi
  5. Asim dari Kufa menurut Hafs dan Abu Bakr
  6. Hamza dari Kufa menurut Khalaf dan Khallad
  7. Al-Kisai dari Kufa menurut al Duri dan Abul Harith
Pada akhirnya 3 sistim bertahan, sistimnya Warsh (d. 812) milik Nafi dari Medina, Hafs (d. 805) milik Asim dari Kufa, dan al-Duri (d. 860) milik Abu Amr dari Basra. Jaman sekarang, 2 versi nampaknya digunakan versi Asim dari Kufa lewat Hafs, yg diberikan ijin resmi dgn diadopsi sbg Quran edisi Mesir th 1924; dan milik Nafi lewat Warsh, yg digunakan di bagian2 Afrika selain Mesir.

Charles Adams mengingatkan kita

Perbedaan antara ketujuh versi ini mencakup perbedaan teks tertulis dan lisan maupun perbedaan ayat2 Quran, yg perbedaannya –walau tidak besar- tetap penting. Meningat versi2 berbeda ini berlawanan dgn doktrin (bahwa Quran = sempurna), Muslim sering membelanya dgn mengatakan bahwa perbedaan ketujuh versi ini hanya berarti 7 versi pembacaan. Tapi cara dan teknik pembacaan/pelafalan Quran adalah hal yg sama sekali berbeda.
Guillaume juga merujuk pada variasi versi ini sbg "tidak terlalu penting." Contoh, kedua ayat terakhir surah LXXXV, Al Buraj, berisi: (21) hawa qur’anun majidun; (22) fi lawhin mahfuzun/ atau mahfuz[/b]in [/b]?. Syllable yg terakhir diragukan. Kalimat ini bisa berarti "It is a glorious Koran on a preserved tablet". Tapi bisa juga berarti "It is a glorious Koran preserved on a tablet."
Nah, kalau Quran mengandung pemotongan/pengurangan syllable, bukankah ini berarti bahwa bisa saja Quran mengandung tambahan syllable, bukan ?
Otentisitas ayat2 Quran bahkan diragukan oleh Muslim sendiri. Golongan Kharijit, pengikut Ali dlm sejarah permulaan Islam, menyatakan surah Yusuf bersifat menghina, cerita erotis yg tidak pantas dimuat dlm Quran. Hirschfeld mempertanyakan otentisitas ayat2 ttg nama2 Muhamad. Ia khususnya mencurigai kata ‘Praised/Terpuji’, bagi nabi. Kata itu bukan kata yg layak dipakai.
Bell dan Watt memeriksa amandemen dan revisi Quran dan mengatakan bahwa ketidaksamaan gaya dlm Quran adalah bukti bahwa Quran mengalami banyak perubahan.
Syair2 (rhymes) tersembunyi, dan anak2 kalimat (rhyme phrases) yg tidak dirajut dalam tekstur anak kalimat, syair2 yg tiba2 berubah; repetisi kata/anak kalimat dlm ayat2 yg berdekatan (repetition of the same rhyme word or rhyme phrase in adjoining verses); intrusi subyek yg sama sekali terpisah dari tema ayat yg homogen; perbedaan penanganan subyek yg sama dlm ayat yg berdekatan, sering dgn repetisi kata2 dan anak2 kalimat; pause dlm konstruksi gramatik yg mempersulit penjelasan/exegesis; perubahan tiba2 dlm panjangnya ayat; perubahan tiba2 dlm situasi dramatik, dgn penggantian dari kata benda tunggal ke jamak, dari kata-subyek-kedua ke kata-subyek-ketiga; pernyataan2 yg saling bentrok; satu ayat bisa mengandung anak kalimat yg berbeda penanggalannya, ayat baru dicampur dgn ayat lama dsb dsb
Pakar Islam beragama Kristen, al-Kindi, yg menulis sekitar 830M, menulis kritik terhdp Quran yg mirip dgn diatas : Anda dapat melihat bagaimana dalam Quran, cerita2 sejarah saling campur baur; tanda bahwa banyak tangan telah mengerjakan Quran dan mengakibatkan kejanggalan, menambahkan atau memotong apa yg mereka suka dan tidak suka. Itukah kondisi sebuah wahyu yg diturunkan dari surga ?

Skeptisisme NaraSumber

Sejauh ini, bukti penyusunan Quran didapatkan dari Hadis (biografi Muhamad).
Muhamad wafat thn 632M. Material paling dini ttg kehidupannya ditulis oleh Ibn Ishaq pd thn 750M, dgn kata lain, SERATUS DUAPULUH TAHUN setelah kematian Muhamad. Karena karya asli Ibn Ishaq ini hilang dan hanya tersedia sebagian dlm tulisan Ibn Hisham yg wafat 834M, 200 tahun setelah kematian Muhamad, OLEH KARENA ITU OTENTISITAS KARYA IBN ISHAQ ITU TIDAK TERJAMIN.
Hadis ini adalah koleksi pernyataan dan perbuatan nabi yg ditulis oleh sahabat2nya yg bisa ditelusuri kembali kpd nabi dgn mata rantai yg disebut ‘isnad.’ Hadis ini termasuk cerita penyusunan Quran. Ada 6 koleksi otentik yg diterima Muslim Sunni, yi koleksi Bukhari, Muslim, Ibn Maja, Abu Dawud, al-Tirmidhi dan al-Nisai. Perlu ditekankan bahwa nara2 sumber ini hidup jauh setelah Muhamad. Bukhari sendiri wafat 238 tahun setelah kematian Muhamad, sementara al-Nisai wafat 280 tahun sesudahnya !

Tradisi. (SERU !!)

Para penulis biografi Muhamad terlalu jauh dari jamannya utk mengetahui persis data atau keadaan jaman Muhamad; data2 didasarkan pada fiksi tendensius dan bukan pad obyektivitas; lagipula mereka tidak bermaksud utk memeriksa apakah cerita2 itu benar terjadi, tapi cukup utk me-rekonstruksi masa lalu yang ideal, sesuai dng yg diharapkan. Cerita2 diciptakan agar sesuai dgn tujuan dan maksud kelompok2 tertentu. Bahkan pakar Islam, Lammens, mencap seluruh biografi Muhamad sbg tidak lebih dari exegisis tendensius yg dirancang dan ditambah2 oleh generasi pengikut berikutnya.
Bahkan para pakar yg tidak setuju dgn pandangan Lammens yg rada ekstrim itu terpaksa mengakui juga bahwa "tentang kehidupan Muhamad sebelum karirnya sbg nabi, kita tahu sangat sedikit; terlepas dari legenda2 yg begitu dihargai pengikut, tidak ada keterangan apapun."

Ignaz Goldziher adalah pakar yg memiliki pengaruh besar dlm bidang studi Islam, dan sederajad dgn Hurgronje dan Noldeke, merupakan salah seorang bapak pendiri Ilmu Pengkajian Modern Islam. Hampir semua tulisannya dari thn 1870 dan 1920 masih juga digunakan dlm universitas di seantero dunia.
Dlm karya klasiknya, "On the Development of Hadith," Goldziher "menunjukkan bahwa bahkan Hadis2 yg diterima dlm koleksi Muslim yg paling dalam kritikannya merupakan pemalsuan telak2 dari abad 8 dan 9—dan sbg konsekwensinya, isnad2 yg mendukung hadis2 tsb juga hanya fiksi semata2."
Dihadapkan pada argumen Goldziher yg sangat kuat, para ahli sejarah Islam mulai panik dan mencari segala akal utk menyangkal teori dahsyat ini dgn mencoba2 membandingkan mana yg tradisi legal dan mana yg tradisi historis. Tetapi spt yg dikatakan Humphreys, Hadis dan tradisi historis sangat mirip; para pakar abd ke 8-9 juga mengulas kedua macam teks tsb. "Jadi, jika isnad Hadis diragukan, maka isnad tradisi historis juga patut diragukan."
Spt yg dikatakan Goldziher, "Kebanyakan Hadis merupakan hasil perkembangan Islam secara religius, historis dan sosial selama kedua abad pertama." Hadis tidak berguna bagi sejarah ilmiah manapun dan hanya merupakan "cermin dari tendensi" masyarakat Muslim dini.
Saya akan jelaskan lebih lanjut latar belakang argument Goldziher.
Setelah kematian nabi, 4 sahabatnya menggantikannya sbg pemimpin masyarakat Muslim. Mereka itu diantaranya adalah:
-Usman; yg bermusuhan dgn -Ali, sepupu nabi yg menikah dgn puteri nabi.
Ali tidak mampu menerapkan kewenangannya di Syria yg di-gubernur-i oleh musuhnya, Mu’awiya, yg bersumpah utk "Balas Dendam bagi Usman" (demikian sorakan perangnya) melawan Ali. Mu’awiya dan Usman bersaudara dan keduanya anggota clan Mekah, Umayad. Mereka berperang di pertempuran Siffin. Setelah pembunuhan Ali pd thn 661, Mu’awiya menjadi kalifah pertama dinasti Umayad, yg bertahan sampai 750M. Dinasti Umayad lalu didepak oleh dinasti Abbasid, yg bertahan di Iraq dan Bagdad sampai abad ke-13.
Pada permulaan dinasti Umayad, Muslim tidak tahu menahu ttg upacara dan doktrin. Para pemimpin sendiri tidak memiliki antusiasme besar bagi agama dan kebanyakan membenci para imam. Hasilnya adalah timbulnya sebuah kelompok agama yg tanpa malu2 memalsukan tradisi demi kebaikan komunitas. Mereka menentang Umayad yg atheis itu tapi tidak secara terbuka. Jadilah mereka menciptakan tradisi2 yg didedikasi bagi keluarga nabi, shg secara tidak langsung menyatakan kesetiaan kpd Ali.
Spt dikatakan Goldziher, "Pemerintah yg berkuasa juga tidak ongkang2 kaki. Kalau mereka ingin agar sebuah pendapat diterima secara umum dan membungkam oposisi para imam; merekapun harus tahu juga bgm mencari Hadis yg sesuai dgn tujuan mereka. Merekapun harus melakukan apa yg dilakukan lawan2 mereka : menciptakan dan menyuruh menciptakan Hadis2. Dan itulah yg mereka lakukan."

Goldziher melanjutkan

”Upaya2 resmi atas penciptaan, diseminasi dan penekanan terhdp tradisi sudah dimulai sejak dini. Sebuah instruksi Muawiyah yg diberikan kpd gubernur al Mughira menghormati Umayad berbunyi: ‘Jangan capek melecehkan dan menghina Ali dan meminta kemurahan Allah karena Usman telah merusak nama baik sahabat2 Ali, menggantikan mereka dan tidak mau mendengarkan mereka (yi, Hadis2 mereka); dan sebaliknya pujilah pengikut Usman dan dengarkan mereka.’ "
Ini adalah perintah resmi utk menyebarkan hadis2 yang anti-Ali dan menekan hadis2 yg pro-Ali. Kaum Umayad beserta para politikus tidak malu2 membungkus kebohongan yg tendensius ini dgn kedok agama, dan mereka hanya peduli dgn pemimpin2 agama yg bersedia menutupi kepalsuan2 itu dng otoritas kuat mereka.
Bahkan detil upacara yg paling sepele-pun dipalsukan. Termasuk cara2 bagaimana menyalami dinasti atau clan saingan. Dibawah Abbasid, pemalsuan Hadis anti-Ali semakin banyak. Contoh, nabi konon mengatakan bahwa Abu Talib, ayah Ali, mendekam di neraka paling dalam: "Mungkin campur tangan saya akan berguna baginya pada hari Kiamat shg ia bisa dipindahkan kesebuah kolam api yg mencapai lututnya, yg masih cukup panas utk membakar otaknya." Jelas ini ditantang oleh para teolog pro-Ali yg kemudian dgn menciptakan pernyataan2 nabi yg memuja2 Abu Talib.
Para juru cerita dibayar tinggi kalau menghibur dgn hadis yg disukai massa. Utk menarik massa, para juru cerita tidak malu2 menjual-belikan hadis2 mereka ini. "Bisnis pencarian hadis sangat disukai pihak2 yg rakus yg berpura2 sbg narasumber dan dgn semakin meningkatnya permintaan semakin tinggi pula bayaran mereka utk produksi hadis."
...
60 tahun kemudian, Argumen Goldziher diteruskan oleh Islamis besar lainnya, Joseph Schacht, yg karya2nya dianggap karya klasik. Kesimpulan Schacht bahkan lebih radikal, mengkhawatirkan dan dampak penuhnya belum disadari orang.

Humphreys merangkum teori Schacht

  1. isnad [mata rantai para penulis hadis] yg bisa ditelusuri sampai jaman nabi hanya digunakan sekitar Revolusi Abbasid—yi, pertengahan abad 8;
  2. ironisnya, semakin berbunga2 dan formal sebuah isnad, semakin diragukan kebenarannya. TIDAK ADA hadis yg eksis yg bisa ditelusuri sampai ke nabi, walau beberapa dari mereka bisa saja berakar pd ajarannya.
  3. Secara umum diakui bahwa kritik terhdp tradisi2 yg dipraktekkan para pakar Muhamad TIDAK CUKUP, dan walaupun tradisi mencoba menghilangkan pemalsuan ini, seluruh karya2 klasik (classical corpus) mengandung tradisi2 yg tidak mungkin otentik. Goldziher tidak hanya menyuarakan rasa skeptis-nya terhdp tradisi, bahkan terhdp koleksi2 klasik [yi koleksi Bukhari, Muslim, et al.], namun ia menunjukkan dgn jelas bahwa mayoritas tradisi dari nabi adalah DOKUMEN2 BUKAN DARI JAMANNYA, namun dari tahap2 berikutnya selama abad2 pertama Islam.
Penemuan dahsyat ini kemudian menjadi dasar semua penyidikan serius.
Buku Schacht menegaskan kesimpulan Goldziher ini dan bahkan beranjak lebih jauh: banyak tradisi dlm koleksi klasik dan koleksi2 lainnya disebarkan hanya setelah masa Shafi‘i [Shafi‘i adalah pendiri aliran yg menyandang namanya; ia wafat th 820M]; wadah tradisi hukum pertama hanya timbul pada pertengahan abad kedua Islam [yi abad 8M].
Schacht membuktikan, misalnya, bahwa sebuah tradisi kalau memang eksis wajib dijadikan referensi dalam sebuah argumen hukum. Jadi kalau tidak disebut2, itu berarti bahwa tradisi itu tidak eksis. Bagi Schacht setiap tradisi hukum dari nabi harus dianggap tidak otentik.
Tradisi diciptakan guna menyanggap doktrin2 yg bertentangan dgnnya; Schacht menyebut tradisi2 ini "counter traditions/tradisi bantahan." Doktrin2 dlm suasana polemic ini sering dianggap berasal dari otoritas yg lebih tinggi: "tradisi dari para Penerus [Nabi] menjadi tradisi dari Sahabt [Nabi], dan tradisi dari Sahabat menjadi tradisi dari nabi."Detil2 dari kehidupan Nabi dibuat2 agar mendukung doktrin2 sesaat.
Schacht kemudian mengritik isnad yg dikatakannya "disusun secara serampangan. Setiap masyarakat yg ingin agar doktrinnya bisa ditelusuri sampai jaman nabi, bisa memilih tokoh Islam manapun secara acak (contoh Bukhari, Muslim etc) dan mencakupkannya dalam isnad. Oleh karena itu kita menemukan sejumlah berbagai nama dalam isnad yang identik."
Shacht "menunjukkan bahwa permulaan hukum Islam tidak dapat ditelusuri lebih jauh dari satu abad setelah kematian nabi." Hukum Islam tidak langsung berasal ari Quran tetapi dari praktek adminstrasi dan kebutuhan sesaat dinasti Ummayad, dan "praktek ini bahkan sering menyimpang dari maksud dan kata2 eksplisit Quran." Norma2 yg didapatkan dari Quran diperkenalkan dlm hukum Islam pada tahap kedua.

Dampak argument Schacht ini ditelusuri lebih lanjut oleh John Wansbrough. Buku2nya yg sangat penting adalah Quranic Studies: Sources and Methods of Scriptural Interpretation (1977) dan The Sectarian Milieu: Content and Composition of Islamic Salvation History (1978). Buku2 ini menunjukkan bahwa Quran dan Hadis tumbuh dari kontroversi sectarian selama periode panjang, kira2 dua abad, dan lalu diproyeksikan kembali seolah2 berasal dari titik permulaan Arab.
Katanya, Islam hanya timbul saat berpapasan dgn Yudaisme —"bahwa doktrin Islam secara umum dan bahkan tokoh Muhamad dibentuk agar sesuai dgn prototip Rabbi2 Yahudi. Mitos2 Islam merupakan manifestasi dari sejarah penyelamatan (‘salvation history’) Perjanjian Lama."
Wansbrough menunjukkan bahwa teks definitif Quran tidak dicapai dlm abad ke 7, tetapi dlm abad ke 9 !! Jadi kemungkinan adanya asal-usul Arab dalam Islam sangat kecil: orang Arab secara bertahap menyusun pernyataan kepercayaan mereka berdasarkan apa yg mereka dengarkan dari kaum Yahudi diluar Hijaz (diluar Arabia Pusat, yg mengandung kota2 Mekah dan Medinah). "Quran menunjukkan persamaan dgn materi kitab2 Yahudi-Kristen… tantangan utk memproduksi kitab yg identik atau superior, yg diekspresikan 5 kali dlm teks Quran hanya bisa dijelaskan dlm konteks polemik Yahudi."
Akibat pengaruh Yahudi, masy Muslim dini mengambil Musa sbg tokoh panutan, dan lalu baru timbullah portret Muhamad, tetapi hanya secara bertahap dan ini juga karena menanggapi kebutuhan sebuah masy religius. Masy ini sangat perlu mendirikan kredibilitas Muhamad sbg nabi yg didasarkan pada model Musa; oleh karena itu mereka memerlukan sebuah kitab suci, utk melengkapi bukti kenabiannya.
Perkembangan bertahap selanjutnya adalah ide asal usul Arab bagi Islam. Utk itu diciptakanlah konsep bahasa suci, Arab. Quran dikatakan diturunkan Allah dlm bahasa Arab murni. Perlu diingat bahwa koleksi pertama sajak2 kuno timbul dalam abad ke 9. "Cara materi ini dimanipulasi oleh para penyusun utk mendukung argumen manapun nampaknya tidak pernah bisa disembunyikan secara sukses."
Jadi para pakar bahasa Islam mencantumkan tanggal dini pada sebuah sajak karangan Nabigha Jadi, penyair jaman pra-Islam, guna "memberikan bukti2 teks pra-Islam bagi Quran." Tujuan utk memanfaatkan syair2 pra-Islam ini adalah :
  1. Untuk menciptakan kesan kuno bagi kitab suci mereka dan oleh karena itu menciptakan kesan otentisitas, teks mana dlm realita telah dipalsukan pd abad ke 9, bersama2 dgn tradisi2 pendukungnya.
  2. Untuk memberi sifat dan tempat Arab, utk membedakannya dari Yudaisme dan Kristen.
Tradisi2 exegesis juga sama fiktifnya dan hanya bertujuan satu: utk menunjukkan asal usul Hijaz Islam. Wansbrough memberikan bukti negative utk menunjukkan bahwa Quran tidak mencapai bentuk definitif sebelum abad ke 9. Kajian Schacht ttg perkembangan dini doktrin hukum Islam menunjukkan bahwa yurisprudensi Muslim tidak didasarkan pada Quran.
Pendasaran hukum pada kitab suci ... adalah fenomena abad ke 9 .... Bukti negatif lainnya adalah tidak adanya rujukan pada Quran dlm Fiqh Akbar I….
Fiqh Akbar I itu adalah dokumen yg berasal dari pertengahan abad ke 8, yg merupakan pernyataan kepercayaan Muslim. Jadi Fiqh Akbar I mewakili pandangan orthodoxy atas pertanyaan2 dogmatis jaman itu. Kalau Quran eksis, mustahil namanya tidak disebutkan dlm Fiqh itu.
Wansbrough mengatakan bahwa Quran tidak mungkin merupakan hasi peng-editan beberapa orang saja, tetapi lebih sebuah "produk perkembangan alami dari tradisi2 yg tadinya independen lewat jangka waktu panjang."
Sekelompok pakar yg dipengaruhi Wansbrough lebih radikal lagi : mereka menolak keseluruhan sejarah Islam dini. Michael Cook, Patricia Crone dan Martin Hindsyg menulis antara th 1977 dan 1987. Mereka menganggap keseluruhan sejarah sampai jaman Abd al-Malik (685-705) sbg PALSU dan menyatakan Penaklukan Arab (Arabian Conquest) dan pembentukan Kalifah sbg gerakan orang2 Arab yg diinspirasi oleh ajaran messianisme Yahudi utk mencoba merebut kembali Tanah Terjanji. Menurut mereka, Islam tampil sbg agama dan budaya otonomis hanya melalui dalam proses panjang utk menggabungkan identitas bangsa2 yg terpisah yg disatukan akibat Penjajahan Islam : bangsa Jacobite Syria, bangsa Armenia Nestorian di Iraq, kaum Koptik, Yahudi dan akhirnya bangsa di jazirah Arab.
Tradisi hidup Muhamad dan timbulnya Islam tidak lagi diterima Cook, Crone dan Hinds. Cook, dlm serial Oxford Past Masters ttg Muhamad, memberikan alasannya utk menolak tradisi biografis Muhamad:
Cerita2 palsu rawan diantara para pakar abad ke 8M ... Ibn Ishaq dan kawan2nya menyimpulkan dari tradisi lisan. Kami memiliki alasan kuat utk percaya bahwa Sejumlah tradisi ttg pertanyaan dogma dan hukum diciptakan oleh mata rantai otoritas/penguasa yg menyebarkannya dan pada saat yg sama kami memiliki bukti akan kontroversi di abad 8M apakah tradisi lisan boleh dipindahkan ke tradisi tertulis.
Jika kita tidak dapat mempercayai mata rantai otoritas, kami tidak lagi dapat menyatakan kepastian bahwa apa yg kami miliki ini adalah hasil kesaksian independen; dan jika pengetahuan ttg hidup nabi Muhamad diturunkan secara lisan selama 1 abad sebelum dipaparkan secara tertulis, maka kemungkinan besar proses ini mengakibatkan materi ini mengalami perubahan besar.

Cook kemudian melihat sumber2 non-Muslim : Yunani, Syria dan Armenia. TImbul gambaran yang sama sekali tidak disangka. Wlau tidak diragukan bawha Muhamad eksis, bahwa ia pedagan, bahwa sesuatu yg penting terjadi pd th 622, bahwa Ibrahim adalah pusat ajarannya, TIDAK ADA INDIKASI BAHWA KARIR MUHAMAD TIMBUL DI TANAH ARAB. Tidak ada sebutan Mekah dan Quran tidak muncul sebelum akhir abad ke 7.
Bukti2 kuat menunjukkan bahwa tadinya arah sholat Muslim adalah jauh lebih utara dari Mekah, dan oleh karena itu Mekah tidak mungkin tempat suci mereka. "Ketika kutipan2 Quran pertama muncul pada kepingan uang dan inskripsi2 pada akhir abad ke 7, mereka menunjukkan perbedaan teks kanonis (canonical text). Ini memang tidak terlalu berarti dari segi isi, tapi kenyataan bahwa perbedaan teks kanonis ini tampil dalam konteks formal macam ini menyangkal pendapat bahwa teks itu berasal dari jaman Muhamad."

Sumber dari Yunani

Sumber Yunani paling dini menyebut Muhamad hidup di thn 634, 2 tahun setelah dinyatakan wafat oleh tradisi Muslim !!
Versi Armenia lain lagi. Kronikel Armenia thn 660-an menggambarkan Muhamad sbg mendirikam masyarakat yg terdiri dari baik kaum Ishmaeli (Arab) dan Yahudi, dgn unsure Ibrahim sbg penyatu; sekutu2 ini kemudian menaklukkan Palestina. Sumber2 tertua Yunani menuliskan pernyataan sensasional bahwa nabi ug tampil diantara para Saracen (Arab) MEMPROKLAMIRKAN DATANGYA MESSIAH YAHUDI dan berbicara ttg kaum Yahudi yg bercampur dgn Saracen, dan ttg bahaya atas nyawa jika jatuh ditangan Yahudi dan Sarasen ini.
Kita tidak bisa menganggap ini sbg ketidaksukaan Kristen Armenia terhdp Islam, karena pernyataan ini didasarkan pd apocalypse Yahudi [dokumen abad ke 8M, yg memuat apocalypse terdahulu yg nampaknya sejaman dgn penaklukan2 Arab+Yahudi itu]. Perpisahan dgn Yahudi, menurut kronikel Armenia ini, terjadi segera setelah penaklukan Arab terhdp Yerusalem.
Walau Palestina memainkan peran dlm tradisi Muslim, tetapi perannya kurang disbanding dng Mekah pd th ke2 Hijrah, saat Muhammad mengganti kiblat dari Yerusalem ke Mekah. Tetapi dlm sumber2 non-Muslim, Palestina-lah yg menjadi fokus gerakan ini, dan memberikan motivasi agama bagi penaklukan ini.
Menurut kronikel Armenia: Muhamad mengatakan pada Arab bahwa sbg keturunan Ibrahim lewat Ishmael, mereka juga memiliki hak atas tanah yg dijanjikan Tuhan kpd Ibrahim dan keturunannya.
Jika sumber2 eksternal ini benar, ini berarti bahwa tradisi yg ada ttg Muhamad diragukan kebenarannya, dan oleh karena itu integritas Quran juga diragukan.
Cook menunjukkan persamaan kepercayaan Muslim dng kaum Samaritan. Ia juga mengatakan bahwa ide fundamental yg dikembangkan Muhammad ttg agama Ibrahim sudah ada dlm buku apocryphal Yahudi bernama the Book of Jubilees (140-100 SM), dan kemungkinan telah mempengaruhi pembentukan gagasan2 Islam. Kamim juga memiliki bukti dari Sozomenus, penulis Kristen abad ke 5M yg "me-rekonstruksi sebuah monotheisme Ismaeli yg primitif yg identik dgn apa yg dimiliki Yahudi sampai saat Musa; dan bahwa hukum2 Ishmael pasti mengalami perubahan akibat perubahan jaman dan pengaruh tetangga2 penyembah berhala." Sozomenus menggambarkan suku2 Arab yang, setelah mengetahui asal Ismaeli mereka dari Yahudi, mengadopsi tata cara Yahudi.
Cook juga menunjuk pada persamaan cerita2 Musa (exodus, dsb) dgn Hijrahnya Muslim. Dlm mesianisme Yahudi, "karir seorang mesiah selalu ditandai dng terulangnya cerita Musa; sebuah exodus, atau tindakan melarikan diri dari penindasan kedalam gurun pasir, dari mana sang messiah melancarkan perang sucinya utk merebut kembali Palestina. Mengingat bukti2 dini yg menghubunngkan Muhamad dgn Yahudi dan mesianisme Yahudi pada saat dimulainya penaklukan Palestina, tidak aneh melihat pemikiran2 Yahudi ini tampil dlm gagasan2 politiknya."
…….
Rumusan "Tidak ada Tuhan selain Tuhan” (“There is no God but the One”) adalah refrein yg lazim dlm liturgi Samaritan. Tema utama literatur mereka adalah kesatuan Tuhan dan Kesucian dan KebenaranNya yg Absolut. Nah, mirip bukan dgn "Tiada Allah selain Allah." Apalagi rumusan "atas nama allah" (bismillah) DITEMUKAN DALAM KITAB SUCI SAMARIA sbg beshem. Bab pembuka Quran dikenal sbg Al-Fatiha, pembuka atau gerbang/pagar. Sebuah doa Samaritan, yg juga merupakan pernyataan kepercayaan merkea memulai dgn kata2: Amadti kamekha al fatah rahmeka, "Saya berdiri didepanMu pada gerbang PengampunanMu." Fatah = Fatiha = pembuka atau gerbang.
Buku suci Samaritan adalah Pentateuch, yg berisi wahyu tertinggi yg amat dihormati. Mereka sangat menghormati Musa, karena ia nabi yg mendapatkan wahyu ttg Hukum Tuhand. Bagi Samaritan, Bukit Gerizim adalah pusat pemujaan Yahweh; dan juga diasosiasikan dgn Adam, Seth, dan Noah, dan pengorbanan Isaac oleh Ibraham. Harapan akan datangnya sang Messiah (atau Pemulih)adalah kepercayaan mereka. Tidakkah anda melihat kepiripan dgn Mahdi-nya Muslim ?
Inilah gambaran parallel antara doktrin Samaritan dng Muslim :
MOSES = Muhamad
EXODUS = Hijrah
PENTATEUCH = Quran
Bukit SINAI/GERIZIM = bukit Hira
SHECHEM = Mekah
MESSIAH = Mahdi
Fatah = Fatiha
Beshem = bismillah
Kesamaan semua ini tercapai sudah, tinggal sekarang MEMBUAT KITAB SUCI.
Cook menunjuk pada tradisi bahwa Quran terdiri dari banyak buku, tetapi Usman (kalif ketiga setelah Muhamad) hanya meninggalkan satu. Akhirnya, spt Wansbrough, Cook menyimpulkan bahwa Quran, "sangat lemah dalam struktur, tidak jelas, tidak konsekwen dalam baik bahasa maupun isi, janggal dlm menghubungkan materi yg terpisah dan sering mengulang2i ayat2 dgn versi2 yg bervariasi. Oleh karena itu Quran adalah hasil editing terlambat dan tidak sempurna dari sumber2 tradisi plural."
Kaum Samaritan menolak kesucian Yerusalem, dan menggantikannya dgn tempat suci Israel yg lebih tua, Shechem. Saat Muslim memisahkan diri dari Yerusalem, Shechem dijadikan model pantas bagi tempat suci mereka.
Kemiripannya luar biasa. Kedua2nya adalah struktur sebuah kota suci yg diasosiasikan dgn bukit suci didekatnya dan upacara palaing penting adalah hiijrah dari kota ke bukit. Tempat suci itu adalah fondasi Abrahamic, tempat pengorbanan Ibraham adalah Shechem, yang mirip sekali dgn ‘rukun’ [sudut Yamai Ka'bah] di Mekah. Dan tempat suci mereka juga diasosiasikan dgn kuburan patriarch mereka : Yusuf (atau Judah dlm hal Samaritan) dan Ishmael (atau Isaac).
Cook mengatakan, kota yg sekarang kita kenal sbg Mekah tidak mungkin merupakan tempat berlangsungnya peristiwa2 penting yg dicintai tradisi Muslim. Jarangnya rujukan pd Mekah oleh dokumen2 dini dan fakta bahwa Muslim2 dini berkiblat pada Yerusalem, menunjukkan bahwa MEKAH MERUPAKAN PILIHAN MUSLIM BEBERAPA ABAD KEMUDIAN, guna memisahkan diri dari Yahudi dan membentuk identitas yg terpisah dari Yahudi.
Dlm bukunya, Cook menjelaskan bgm Islam mengasimilasi semua pengaruh asing akibat penaklukan Islam atas daerah2 baru; bgm Islam mencapai identitas khasnya setelah berpapasan dgn peradaban yg lebih tua, dgn Yudaisme, Kristen (Jacobite dan Nestorian), Hellenisme dan Persian (Hukum Rabbinik, filosofi Yunani, Neoplatonisme, Hukum Romawi dan arkitektur dan kesenian Byzantin). Tetapi ini semua dicapai dgn harga tinggi: "Penaklukan Arab segera menghancurkan satu peradaban dan secara permanen memecah2 wilayah luas. Bagi negara2 yg dijajahnya itu, ini merupakan katastrofe besar2an."
Dlm ‘Slaves on Horses: The Evolution of the Islamic Polity (1980)’, Patricia Crone menyanggah tradisi2 Muslim mengenai kalifah2 dini (sampai thn 680-an) sbg fiksi2 tidak berguna. Dlm ’Meccan Trade and the Rise of Islam’ (1987), ia mengatakan bahwa laporan2 sejarah "adalah penjelasan yg dibuat2 ttg ayat2 Quran yg sulit." Dlm karyanya kemudian, Crone secara meyakinkan menunjukkan bgm Quran "menghasilkan informasi yg meragukan."
Jelas para juru cerita adalah yang pertama yg menciptakan konteks2 sejarah bagi ayat2 tertentu Quran. Tetapi informasi mereka saling bertentangan. Contoh, dikatakan bahwa pada saat Muhamad tiba di Medinah, kota itu terpecah2 oleh permusuhan antar clan, tapi ada juga yg mengatakan bahwa rakyat Medinah bersatu dibawah pemimpin mereka Ibn Ubayyl. Contoh lagi, ada banyak cerita2 sekitar tema "Muhammad bertemu dgn wakil2 agama2 non-Islam yg mengakuinya sbg nabi". Juga ada tendensi bagi berkembangnya informasi shg semakin jauh dr peristiwa yg digambarkan.
Contoh jelas:Waqidi (wafat 823), menulis bertahun2 setelah wafatnya Ishaq (wafat th 768), dapat memberikan tanggal, lokasi, nama yang persis bagi sebuah pertempuran, sementara Ishaq yg hidup sebelumnya, TIDAK MEMBERIKAN KETERANGAN APA2. Tidak heran kalau Waqidi lebih disukai: dari mana lagi Muslim dapat menemukan informasi yg begitu mendetil ? Tetapi mengingat bahwa ini semuanya tidak diketahui apalagi dicatat oleh Ibn Ishaq, nilainya sangatlah meragukan ! Kalau informasi meragukan ini bisa dihasilkan dalam 2 generasi (antara Ibn Ishaq and Waqidi) tidak sulit menyimpulkan bahwa lebih banyak lagi cerita2 yg diciptakan oleh 3 generasi (antara Nabi dan Ibn Ishaq).
Jelaslah bahwa para sejarawan Muslim mengambil sejarah dari materi yg merupakan isapan jempol para juru cerita.
Crone menantang sejumlah pakar sejarah konservatif spt Watt, karena terlalu menggantungkan diri pada sumber2 Muslim. Dan kami akan mengakhiri bab ini ttg kesimpulan Crone ttg sumber2 Muslim ini:
Metodologi Watt tergantung dari penilaian salah terhdp sumber2 ini. Masalahnya adalah bahwa asal usul tradisi itu sendiri diragukan. Seluruh tradisi ini bersifat tendensius, dgn tujuan menciptakan sebuah ‘Arabian Heilgeschichte’ (Sejarah Suci Arab) dan sifat tendensius ini akhirnya membentuk fakta2 yg kita miliki sekarang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar